Jejak Kontribusi Dalam Rancang Kota Di Jakarta
Pak Danis juga banyak terlibat dalam penyusunan masterplan di Jakarta. Salah satunya adalah Masterplan Kawasan Kemayoran yang dialihkan fungsinya dari bandara, pengembangan Kawasan Blok M, dan Pak Danis berperan penting dalam memperjuangkan Masterplan Penataan Medan Merdeka Square (Kawasan Monas).
Pak Danis berperan penting dalam memperjuangkan pelebaran jalur pedestrian di Jl. Thamrin, Jakarta, yang merupakan salah satu ruas jalan tersibuk. Beliau menekankan pentingnya arsitek sebagai mediator antara permintaan klien dan peraturan pemerintah, serta mendorong mahasiswa arsitektur untuk menjadi suara yang didengar oleh pengambil keputusan. Proyek pelebaran jalur pedestrian Sudirman-Thamrin melibatkan proses negosiasi selama 17 tahun antara pemerintah dan pemilik lahan, yang akhirnya setuju menyerahkan sebagian tanah mereka untuk kepentingan umum. Hal ini dilakukan dengan mengadopsi kemitraan pemerintah-swasta, memastikan kualitas lingkungan yang lebih baik, termasuk perhatian terhadap aksesibilitas bagi tunanetra. Proyek pelebaran jalur pedestrian di ruas jalan ini akhirnya dilaksanakan pada tahun 2004, bertepatan dengan beroperasinya jalur TransJakarta Koridor 1, yang melewati ruas tersebut. Koridor 1 menjadi embrio pengembangan transportasi massal perkotaan di Jakarta.
Menaikkan martabat pejalan kaki
"Kurang adanya interaksi antara fungsi gedung-gedung dengan fungsi jalur pejalan kaki, ditambahkan lagi dengan kehadiran pagar halaman yang menyolok, semakin mengucilkan pejalan kaki dari keramaian sosial di sekitarnya."
Majalah Kota, April 1989
Mohammad Danisworo


circa 2003

circa 2003

Menurut Pak Danis, pengembangan kawasan berorientasi transit cocok untuk Jakarta. Kawasan TOD harus multiguna sehingga penghuninya dapat berjalan kaki untuk mencapai tempat aktivitas yang dituju tidak perlu bergantung pada kendaraan pribadi. Untuk itu, penataan wilayah-di sekitar simpul transit perlu diperbaiki terlebih dahulu kualitas. Penerapan penataan kawasan TOD di Jakarta menurut Pak Danis termasuk infrastruktur transportasi umum, penataan titik transit dan area sekitarnya. Salah satu dampak yang terlihat oleh Masyarakat umum pada penataan kawasan TOD MRT adalah penataan jalur pejalan kaki di sekitar stasiun MRT. Penataan ini merupakan bagian dari masterplan dan PRK area PRK Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap 1 dan diikuti oleh penetapan PRK masing-masing kawasan TOD yang lebih detail.
Penerapan Konsep TOD di Jakarta




Konsep penataan kota dengan prinsip superblock dan pemanfaatan Panduan Rancang Kota (PRK) dibawa Pak Danis ke Indonesia setelah kepulangannya dari mengenyam S3 di Seattle melalui kelas arsitektur kota di ITB, yang kemudian berkembang menjadi prodi Rancang Kota. Sebelum penerapan superblock dan PRK penataan kawasan (intensitas bangunan) ditentukan bagi masing-masing kavling. Dengan konsep superblock, intensitas bangunan dapat diredistribusikan dalam kawasan agar sesuai dengan konsep pengembangan kawasan.
​
Selain itu, Pak Danis berpendapat, dengan menghilangkan pagar dan memberikan akses melalui dalam kawasan superblock, dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan pihak pengembang mendapatkan kompensasi dari pembukaan akses tersebut. Penerapan konsep ini tertuang dalam PRK yang disusun bersama Pak Danis. Penerapan PRK di Indonesia dimulai di Indonesia saat periode Gubernur Soerjadi Soedirja (1992-1997). Sejak pembangunan kawasan dengan luas lebih dari 3 ha diwajibkan untuk memiliki PRK. PRK yang pertama kali ditetapkan adalah masterplan dan PRK SCBD disusul dengan PRK Kuningan Persada dan PRK Mega Kuningan.
Membawa Konsep Superblock dan PRK ke Indonesia



Menurut Pak Danis, perkembangan kota yang hanya dilakukan secara fisik tidak berguna bila tidak dibarengi oleh perkembangan kualitas manusianya, misalnya kawasan di sekitar bangunan tinggi perkantoran yang tidak tertata dan kumuh karena banyaknya sektor informal. Menurut beliau, keberadaan sektor informal tidak dapat dihindarkan karena adanya kebutuhan dari para penghuni bangunan tersebut. Maka dari itu, perancang dapat membantu dengan merencanakan dan merancang berdasarkan kenyataan sosial yang ada. Kegiatan informal seperti PKL harus diberi tempat dalam ruang kota yang didesain secara formal.
​
Sejak akhir tahun 1980an, Pak Danis mengusulkan penataan PKL dengan memasukkannya ke dalam kawasan bangunan dalam bentuk persentase dari area rancangan, dengan menyediakan pujasera di area parkir atau di sisi belakang gedung agar dengan mudah diakses oleh konsumennya. Saat ini penyediaanlahan bagi sektor informal menjadi bagian dari kewajiban pengembang.
Urbanisme Semu dan Dualisme dalam Kota